Mengetahui Perjanjian Terapeutik dalam Hukum Kesehatan di Indonesia

Hai-hai guys semoga dalam keadaan sehat yaa! Orang yang mampu menikmati hidup hanya orang yang memiliki kesehatan yang baik bukan?

Ketika seorang pasien atau penderita pergi ke dokter atau rumah sakit untuk memeriksakan dirinya, hubungan hukum yang terjadi antara pasien dan dokter pada hakikatnya adalah hubungan jual-beli jasa yang identik dengan hubungan antara produsen dan konsumen. Kali ini penulis akan membahas mengenai Perjanjian Terapeutik.

Pasien berkedudukan sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan, sedangkan dokter dan tenaga kesehatan sebagai penjual jasa pelayanan kesehatan. Hubungan perikatan ini dikenal dengan istilah perjanjian terapeutik atau transaksi terapeutik.

Pengertian Perjanjian Terapeutik

Terapeutik merupakan terjemahan dari therapeutic yang bermakna dalam bidang pengobatan, hal ini berbeda dengan istilah therapy atau terapi yang bermakna pengobatan.

Persetujuan yang terjadi antara dokter dan pasien bukan hanya di bidang pengobatan tetapi juga melingkupi mengenai diagnostik, preventif, rehabilitatif maupun promotif.

Menurut As Hornby terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan, yang dapat diartikan segala upaya untuk memfasilitasi proses penyembuhan.

Perjanjian yang dilakukan tersebut mempunyai makna bahwa dokter melakukan upaya yang semaksimal mungkin untuk menyembuhkan pasien hal ini dikenal dengan inspanningsverbintenis.

Berbeda dengan resultaat verbintenis yang memberikan hasil yang nyata sesuai dengan apa yang diperjanjikan. Dalam dunia kesehatan mengenai penyembuhan, dokter hanya dapat melakukan pelayanan kesehatan tetapi dokter tidak dapat menjamin akan kesembuhan pasien.

Dalam transaksi terapeutik pasien dan dokter maupun tenaga kesehatan memiliki kedudukan yang sama, pasien berhak untuk menentukan tindakan-tindakan medis yang boleh dilakukan maupun tidak boleh dilakukan terhadap tubuh pasien.

Perjanjian Terapeutik Dalam Hukum di Indonesia

Dalam hal hubungan perjanjian antara dokter dengan pasien dianggap sah apabila telah memenuhi syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

Perjanjian terapeutik pada dasarnya tidak diatur secara khusus dalam KUHPerdata, tetapi apabila merujuk sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1319 KUHPerdata:

“Semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lain”

Maka dalam hal ini penerapan perjanjian terapeutik tunduk dalam KUHPerdata.

Baca Juga: Makna dari Visum et Repertum di Indonesia

Syarat Sah Perjanjian Terapeutik Berdasarkan KUHPerdata

Secara yuridis perjanjian terapeutik dapat diartikan sebagai hubungan hukum antara dokter dengan pasien dalam pelayanan medis secara profesional yang didasarkan kompetensi yang sesuai dengan keahlian dan keterampilan tertentu di bidang kesehatan.

Sebelum dilaksanakannya perjanjian terapeutik harus didahului dengan adanya persetujuan tindakan medis atau informed consent.

Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Menurut Pasal 1320 KUHPerdata, syarat-syarat sah perjanjian adalah:

  1. Adanya persetujuan kehendak antara para pihak yang telah membuat perjanjian (consensus). Persetujuan kehendak adalah kesepakatan antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian.
  2. Ada kecakapan para pihak-pihak untuk membuat perjanjian (capacity). Pada umumnya orang yang dapat dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum apabila ia sudah dewasa, artinya sudah mencapai umur 21 tahun atau sudah kawin walaupun belum 21 tahun. Sedangkan menurut ketentuan, Pasal 1330 KUHPerdata, dikatakan tidak cakap membuat perjanjian ialah orang belum dewasa, orang yang berada dibawah pengampuan, dan wanita bersuami. Mereka ini apabila melakukan perbuatan hukum harus diwakili oleh wali mereka.
  3. Ada suatu hal tertentu (object). Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, objek perjanjian, prestasi yang wajib dipenuhi. Kejelasan mengenai pokok perjanjian atau objek perjanjian ialah untuk memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak
  4. Ada suatu sebab yang halal (causa), yaitu isi dari perjanjiannya yang menggambarkan tujuan yang hendak dicapai oleh pihak yang membuat perjanjian, apakah dilarang oleh undang-undang atau tidak, apakah bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan atau tidak sesuai Pasal 1337 KUHPerdata.

Itulah penjelasan mengenai “Mengetahui Perjanjian Terapeutik dalam Hukum Kesehatan di Indonesia”. Untuk mendapatkan artikel yang lainnya, kamu dapat mengaksesnya melalui website https://medikolegal.id/.

Referensi:

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Hermien Hadiati Koeswadji. Makalah Simposium Hukum Kedokteran (Medical Law). Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional.

Salim HS, “Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, Jakarta: Rajawali Press, 2006.

Intansari Nurjannah, “Hubungan Terapeutik Perawat dan Klien”, Yogyakarta, Program Studi Ilmu Keperawatan FK UGM. 2001.

Sumber Gambar:

https://www.pexels.com/id-id/

Medikolegal.id
Medikolegal.id
Articles: 102