Oleh : Nabil Bahasuan,dr.,SpFM.,SH.,MH
“Ilmu seperti udara, ia begitu banyak di sekeliling kita,kamu bisa mendapatkannya dimanapun dan kapanpun”
-Socrates
Hai apa kabar sahabat Medikolegal, semoga kita semua selalu dilindungi oleh Tuhan Yang Maha Esa, Amin.
Kali ini penulis akan mengkaji mengenai Thanatology : Aspek Hukum Tentang Mati Teman-teman apakah pernah mendengar istilah tersebut? Penasaran kan yuk ikuti terus!
Berbagai peristiwa yang terjadi di tanah air seperti kecelakaan pesawat, pencurian organ, bom bunuh diri, mutilasi dan pemerkosaan seakan tidak pernah lepas dari cabang ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal.
Tugas dari Kedokteran Forensik & Medikolegal adalah membantu proses peradilan pihak yang berperkara khususnya hakim untuk membuat jelass jalannya perkara dan supaya hakim bisa memutuskan lebih tepat, adil dan benar.
Oleh karena itu peran Kedokteran Forensik & Medikolegal sangat vital dalam menemukan barang bukti yang berkaitan dengan korban mati maupun hidup yang merupakan korban tindak pidana.
Thanatologi sendiri berasal dari dua buah kata,yaitu “thanatos”yang berarti Mati dan “logos”yang berarti ilmu. Jadi arti Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari segala macam aspek yang berkaitan dengan kematian baik meliputi secara definisi, cara-cara menentukan metode pemeriksaan, perubahan perubahan yang terjadi setelah kematian.
Menarik bukan, untuk itu simak yuk ulasannya.
Definisi Mati
Definisi dari Mati adalah berhentinya kehidupan secara permanen (permanent cessation of life).
Secara konvensional pengertian Mati dibagi menjadi dua tahap :
- Tahap Mati klinis (Somatic death /clinical death) terjadi akibat berhentinya ketiga fungsi penunjang kehidupan yaitu susunan saraf pusat, sistem kardiovaskuler dan sistem pernafasan
- Tahap Mati molekuler (Cellular death/molecular death) terjadi akibat kematian pada tahap kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis.
Aspek Hukum Mati
Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan pada Pasal 117 dinyatakan bahwa:
“Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi sitem jantung sirkulasi dan sistem pernafasan terbukti telah berhenti secara permanen ,atau apabila kematian batang otak telah dapat dibuktikan”.
Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia yaitu:
“Seseorang dikatakan meninggal apabila keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak,pernafasan dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti secara lengkap dan permanen”
Berdasarkan Fatwa IDI dengan SK IDI Nomor 336/PB/A.4/88 “Seseorang dikatakan mati bila telah terbukti mati batang otak (MBO)”.
Berdasarkan Declaration of Sydney 1968
- Penentuan seseorang telah meninggal harus berdasarkan atas pemeriksaan klinis ,dan bila perlu dibantu dengan pemeriksaan laboratoris
- Apabila hendak dilakukan transplantasi jaringan,maka penentuan bahwa seseorang telah meninggal harus dilakukan oleh 2 orang dokter atau lebih,dan dokter ini bukanlah dokter yang akan mengerjakan transplantasi.
Metode Pemeriksaan “Kematian”
Kedokteran Forensik & Medikolegal mempunyai kompetensi untuk menentukan orang telah mati atau belum, terdapat beberapa metode yang digunakan dalam memeriksa orang sudah Mati :
- Auskultasi: test ini dilakukan secara hati-hati dan cukup lama dengan menggunakan stetoskop atau alat medis untuk bantu mendengarkan detak jantung dan suara paru paru pasien.
- Test Winslow: test ini dilakukan dengan meletakkan gelas berisi air diatas perut atau dada bila permukaan air bergoyang berarti masih ada gerakan nafas.
- Tes Cermin, test ini dilakukan dengan cara meletakkan kaca cermin di depan mulut dan hidung ,bila basah berarti masih bernafas.
- Test bulu burung, test ini dilakukan dengan meletakkan bulu burung di depan hidung,bila bergetar berarti masih bernafas.
- Test magnus, test ini dilakukan dengan mengikat jari tangan sedemikian rupa sehingga hanya aliran darah vena saja yang berhenti,bila terdapat bendungan berwarnah sianotik maka masih terdapat sirkulasi darah.
- Tes Icard, test ini dilakukan dengan cara menyuntikkan larutan campuran 1 gram zat fluorescein dan 1 gram natrium bicarbonate didalam 8 ml air secara subkutan. Bila terjadi perubahan warna kuning kehijauan berarti masih ada sirkulasi darah.
- Insisi arteri radialis test ini dilakukan dengan cara mengiris pada arteri radialis bila keluar darah secara berdenyut (pulsatif) berarti masih ada sirkulasi darah.
- ECG, elektrokardiogram merupakan tes diagnostik umum yang digunakan untuk mengevaluasi fungsi dari jantung.
Perubahan Perubahan sesudah Mati
- Perubahan pada kulit wajah ,hal ini terjadi akibat berhentinya sirkulasi darah maka darah yang berada pada kapiler dan venula dibawah kulit wajah akan mengalir kebagian yang lebih rendah sehingga warna raut muka menjadi lebih pucat.
- Relaksasi otot hal ini mengakibatkan rahang bawah melorot ,otot otot wajah menjadi relaksasi,lubang anus menjadi terbuka lebar sehingga jika terdapat kotoran akan mudah keluar dan relaksasi bagian kandung kemih sehingga jika kandung kemih penuh maka air kencing akan keluar dengan sendirinya.
- Perubahan pada mata, hal ini mengakibatkan reflek cahaya,kornea menjadi negatif.
- Penurunan suhu tubuh hal ini diakibatkan oleh terhentinya metabolisme yang menghasilkan panas sehingga suhu tubuh akan menuju ke suhu udara sesuai disekitarnya Menjadi lebih rendah atau terasa lebih dingin.
- Lebam Mayat atau livor mortis yaitu adanya warna kemerahan dan hal ini terjadi karena adanya gaya gravitasi yang menyebabkan darah mengumpul pada bagian bagian tubuh terendah.
- Kaku mayat atau rigor mortis hal ini terjadi akibat proses biokimia yaitu adanya pemecahan ATP menjadi ADP prosesnya lebih kurang berlangsung dalam waktu 6 jam setelah kematian.
- Pembusukan atau decomposed hal ini disebabkan oleh proses autolisis dan aktivitas mikroorganisme sehingga timbul warna kehijauan pada dinding perut dan terdapat pelebaran di seluruh pembuluh darah.
Itulah penjelasan mengenai thanatology yang merupakan ilmu tentang kematian dan spesialis yang mempunyai keahlian tentang thanatology adalah dokter spesialis forensik & medikolegal. Untuk mendapatkan artikel yang lainnya, anda dapat mengakses melalui website https://medikolegal.id/.
Referensi:
Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis Dan Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi Alat Atau Jaringan Tubuh Manusia.
Fatwa IDI dengan SK IDI Nomor 336/PB/A.4/88 tentang Musyawarah Kerja IDI di Medan Tahun 1987.
Declaration of Sydney 1968
Kompas.com, “Sekilas Mengenal Peran Kedokteran Forensik”, diakses pada laman, https://lifestyle.kompas .com/read/2012/05/16/14295039/sekilas.mengenal.peran.kedokteran.forensik. Pada tanggal 22 Januari 2022.
Dahlan, Trisnadi, S, 2019, “Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman bagi Dokter dan Penegak Hukum”, Semarang, Fakultas Kedokteran Unissula.
Yudianto, A, 2020, “Ilmu Kedokteran Forensik,Surabaya”, S copindo Media Pustaka.