Sebuah Tinjauan Hukum Tindak Pidana Sodomi di Indonesia

Oleh dr. Juli Purwaningrum, Sp.F.M

Hallo sahabat Medikolegal jumpa lagi dalam pembahasan mengenai sodomi yang merupakan materi penting dalam bidang Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal.

Kali ini penulis akan menulis topik tentang “Sebuah Tinjauan Hukum Tindak Pidana Sodomi di Indonesia”. Ikuti terus yaa hanya di Medikolegal.id . 

Komisi Nasional Perlindungan Anak telah meluncurkan Gerakan Melawan Kekejaman Terhadap Anak, hal ini didasarkan karena meningkatnya kekerasan tiap tahun pada anak. Tahun 2009 lalu ada 1.998 kasus kekerasan dan meningkat pada tahun 2010 menjadi 2335 kekerasan sampai pada Maret 2011 berdasarkan pantauan Komisi Nasional Perlindungan Anak ada 156 kekerasan seksual khususnya sodomi pada anak.

Definisi dan Alasan Melakukan Sodomi

Sodomi adalah istilah hukum yang digunakan untuk merujuk kepada tindakan seks “tidak alami”, yang bergantung pada yuridiksinya dapat terdiri atas seks oral, seks anal atau semua bentuk pertemuan organ non-kelamin dengan alat kelamin, baik dilakukan secara heteroseksual, homoseksual, atau antara manusia dan hewan. 

Istilah ini berasal dari bahasa latin “Peccatum Sodomiticum” atau “Dosa kaum Sodom”. Hukum Sodomi melarang semua aktivitas seks yang tidak lazim dalam standar moral keagamaan Yahudi, Kristen, dan Islam.2

Orang menyukai disodomi karena dubur kaya akan ujung saraf sehingga orang tersebut bisa memperoleh kenikmatan ketika disodomi, dan orang suka menyodomi karena kedua otot utama sekitar dubur bisa meremas-remas alat kelamin sehingga yang menyodomi memperoleh sensasi kenikmatan.

Setiap kasus yang diungkap pelakunya adalah orang yang dekat korban. Tak sedikit pula pelakunya adalah orang yang memiliki dominasi atas korban, seperti orang tua dan guru. 

Pelaku sodomi pada anak-anak bisa dibagi menjadi 2 (dua) berdasar identitas pelaku, yaitu keluarga dan bukan keluarga. Sodomi yang dilakukan orang lain biasanya dikenal oleh sang anak dan telah membangun relasi dengan anak tersebut, kemudian sang anak dibujuk dan sodomi mulai dilakukan kemudian sang anak diberikan imbalan. 

Anak yang telah disodomi  biasanya diam karena takut ketahuan, apabila ketahuan akan memicu kemarahan keluarga sang anak tersebut.

Tanda-Tanda dan Efek Pada Anak Korban Sodomi

Secara fisik, anak yang telah menjadi korban sodomi akan memiliki anus berbentuk corong,  mirip dengan tabung kaca yang ada pada lampu semprong, benar-benar “bolong” seperti tabung. Akibat perlakuan sodomi korban biasanya akan mengalami masalah dengan organ pencernaannya, terutama saat buang air besar akan kesulitan menahan.

Diperlukan pemeriksaan lebih lanjut oleh tim medis, apakah terjadi luka atau robekan pada daerah di sekitar anus. Kondisi luka tersebut akan memudahkan tertularnya berbagai infeksi pada korban, karena air mani di dalam anus atau rektum seorang  pengadu bisa menguatkan bukti dugaan hubungan intim anal.

Anak yang telah menjadi korban sodomi juga akan mengalami gangguan psikologis. Anak korban sodomi akan mengalami stress, depresi, goncangan jiwa, adanya perasaan bersalah dan menyalahkan diri sendiri, rasa takut berhubungan dengan orang lain, bayangan  kejadian dimana anak menerima kekerasan seksual, mimpi buruk, insomia, ketakutan dengan hal yang berhubungan dengan penyalahgunaan termasuk benda, bau, tempat, kunjungan dokter, masalah harga diri, disfungsi seksual, sakit kronis, kecanduan dan keinginan bunuh diri. 

Selain itu muncul gangguan-gangguan psikologis seperti pasca trauma stress disorder, kecemasan, gangguan kepribadian, gangguan identitas dissosiatif, kecenderungan untuk reviktimisasi dimasa dewasa, bulimia nervosa bahkan adanya cedera fisik pada anak.

Hukum Sodomi di Indonesia

Dalam hukum pidana di Indonesia, istilah sodomi belum dikenal. Pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun peraturan perundang-undangan lainnya belum mengatur tentang sodomi secara tersendiri. 

Hukum pidana Indonesia sampai saat ini hanya mengenal istilah pencabulan dan persetubuhan. Perbuatan sodomi dapat dikategorikan sebagai pencabulan sehingga kasus sodomi dikenakan dengan pasal-pasal tentang pencabulan yang diatur dalam KUHP maupun peraturan perundang-undangan di luar KUHP.

Dalam pasal 290 KUHP juga disebutkan: “Dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun dihukum: 

(1) Barang siapa   melakukan   perbuatan   cabul   dengan   seseorang, padahal diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya; 

(2) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umumnya belum lima belas tahun atau kalau umumnya tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin; 

(3) Barang siapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umumnya belum lima belas tahun atau kalau umumnya tidak jelas yang bersangkutan atau kutan belum waktunya untuk dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain.

Pasal-pasal  yang mengatur tentang hukuman bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur terdapat dalam pasal 285, 289 dan 292 KUHP. Dalam pasal 285 ditentukan hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun, pada pasal 289 disebutkan hukuman penjara selama-lamanya 9 tahun, dan pada pasal 292 disebutkan hukuman penjara paling lama 5 tahun.

Dari paparan pasal-pasal tentang hukuman bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur di atas maka dapat disimpulkan bahwa hukuman bagi si pelaku bervariasi bergantung kepada perbuatannya yaitu  apabila perbuatan tersebut menimbulkan luka berat seperti tidak berfungsinya alat reproduksi atau menimbulkan kematian  maka hukuman bagi si pelaku lebih berat yaitu 15 tahun penjara. Tetapi apabila tidak menimbulkan luka berat maka hukuman yang dikenakan bagi si pelaku adalah hukuman ringan. 

Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, ada dua buah pasal yang mengatur tentang ancaman hukuman bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur yaitu pasal 81 dan pasal 82. 

Pasal 81 berbunyi:

(1) Setiap orang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)”, 

(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain”. 

Pasal 82 berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

Kesimpulan

Kerjasama pihak dari peran orang tua, keluarga, masyarakat dan pihak berwajib sangat diperlukan untuk memberantas sodomi di Indonesia. Adanya penyuluhan-penyuluhan tentang hukum kekerasan seksual perlu dilakukan bahkan sampai ke daerah pelosok di Indonesia seiring dengan adanya sodomi yang merebak kemana-mana. Apalagi dengan adanya kemajuan teknologi sekarang ini, hal itu bisa dimanfaatkan sebagai media untuk mencerdaskan masyarakat Indonesia tentang hukum yang berlaku di Indonesia. 

Referensi :

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Anomin. 2016. Kejahatan Seksual Terhadap Anak di Indonesia. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Kejahatan_seksual_terhadap_anak_di_Indonesia  pada 1 Juli 2017 pukul 13.00 WIB

Anonim. 2016. Sodomi. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Sodomi pada 2 Juli 2017 pukul 12.00 WIB

Anomin. 2016. Dubur Oh Dubur. Diakses dari www.kompasiana.com/tulang62/dubur-oh-dubur_54ff5805a33311c44f50f960 pada 3 Juli 2017 pukul 13.30 WIB

Noviana, Ivo. 2015. Kekerasan Seksual Terhadap Anak : Dampak Dan Penanganannya. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Kementrian Sosial RI

Maiqueenda. 2015. Inilah Yang Terjadi Setelah Anak Disodomi. Diakses dari https://www.kaskus.co.id/thread/5534aefdd44f9fca798b4569/inilah-yang-terjadi-setelah-anak-disodomi/ 4 Juli 2017 pukul 10.00 WIB

Hutabarat, Agustin L. 2013. Sodomi, Tindak Pidana atau Bukan?.  Diakses dari www.hukumonline.com  4 Juli 2017 pukul 12.00 WIB

Widiyati, Ratna. 2015. Tindak Pidana Terkait Sodomi Terhadap Anak Dalam Perspektif Perlindungan Anak. Surabaya : Program Studi Magister Hukum Minat Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

Sumber: 

Parelegal.id: https://paralegal.id/.

Sumber Gambar:

Medcom.id: https://m.medcom.id/ 

Medikolegal.id
Medikolegal.id
Articles: 102