Oleh: Anies Mahanani, S.H
Pada pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat poin baru yang terkandung didalamnya yaitu jenis pidana yang dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana diperluas, selain pidana penjara dan pidana denda.
Ketentuan Pasal 64 Undang-Undang No. 1 Tahun 2023 (UU 1/2023) menerangkan bahwa sanksi pidana dalam KUHP baru atau UU 1/2023 terdiri atas pidana pokok, pidana tambahan, dan pidana yang bersifat khusus untuk tindak pidana tertentu yang ditentukan dalam undang-undang.
Baca Juga: Perbedaan Jenis Sanksi Pada KUHP Lama dan KUHP Baru
Ketentuan Pasal 65 ayat (1) UU 1/2023 menerangkan bahwa pidana pokok terdiri atas:
- Pidana penjara;
- Pidana tutupan;
- Pidana pengawasan;
- Pidana denda; dan
- Pidana kerja sosial.
Dalam bagian Penjelasan Pasal 65 ayat (1) UU 1/2023 diterangkan bahwa KUHP baru tidak hanya berorientasi pada pidana penjara dan pidana denda semata. Adapun pidana tutupan, pidana pengawasan, dan pidana kerja sosial merupakan pelaksanaan pidana alternatif.
Sehingga pada KUHP Baru terdapat bentuk pemidanaan baru berupa pidana pengawasan dan pidana kerja sosial. Pidana pengawasan dan pidana kerja sosial merupakan pengembangan sebagai alternatif dari pidana perampasan kemerdekaan jangka pendek yang akan dijatuhkan oleh hakim sebab dengan pelaksanaan kedua jenis pidana itu dianggap dapat membantu terpidana dapat untuk dapat membebaskan diri dari rasa bersalah.
Melalui penjatuhan jenis pidana tersebut, diharapkan terpidana dapat dibebaskan dari rasa bersalah dan masyarakat dapat berperan aktif untuk memasyarakatkan terpidana dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat, sebagai contoh dengan penjatuhan pidana kerja sosial.
Ketentuan Pasal 65 ayat (2) UU 1/2023 menerangkan bahwa urutan pidana tersebut menentukan berat atau ringannya pidana. Kemudian, terkait penjatuhannya, bagian Penjelasan Pasal 65 ayat (2) UU 1/2023 menerangkan bahwa hakim mempunyai pilihan untuk menjatuhkan salah satu pidana yang bersifat alternatif dengan orientasi tujuan pemidanaan.
Kemudian, pemidanaan dilakukan dengan mendahulukan atau mengutamakan jenis pidana yang lebih ringan jika hal tersebut telah memenuhi tujuan pemidanaan.
Menurut Prof. Dr. Barda Nawawi, SH, anggota Tim Penyusun RUU KUHP, dikeluarkannya pidana mati dari pidana pokok dan menjadi pidana khusus alternatif (excepcional) karena dilihat dari tujuan pemidanaan pidana mati hakikatnya bukan sarana utama atau pokok untuk mengatur, menertibkan, dan memperbaiki individu ataupun masyarakat.
Baca Juga: Perbedaan Mendasar KUHP Lama dengan KUHP Terbaru
Pidana mati, hanya merupakan sarana pengecualian. Jadi hukuman mati diibaratkan dengan sarana amputasi ataupun operasi di bidang kedokteran yang pada hakekatnya juga bukan obat utama tetapi hanya merupakan obat terakhir.
Referensi:
Undang-Undang No. 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Suryani, Lidya W, 1 November 2019, “Pidana Tutupan dalam RUU KUHP: dari Perspektif Tujuan Pemidanaan, Dapatkah Tercapai?”, Jurnal Negara Hukum, Vol. 10, No. 2, Tahun 2019, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI.
Puguh Wiyono, 7 Desember 2022, “Hukuman Mati Dalam Rancangan KUHP”, Kanwil Sulawesi Selatan Kemenkumham, diakses pada https://sulsel.kemenkumham.go.id/pusat-informasi/artikel/8014-hukuman-mati-dalam-rancangan-kuhp.
Sumber Gambar: pexels.com




