Oleh : Nabil Bahasuan,dr.,SpFM.,SH.,MH
Hai apa kabar sahabat Medikolegal, semoga kita semua selalu dilindungi oleh Tuhan Yang Maha Esa,Amin.
Kali ini penulis akan mengkaji mengenai aspek hukum otopsi di Indonesia. Teman-teman apakah pernah mendengar istilah tersebut? Penasaran kan yuk ikuti terus!
Berbagai pemberitaan di media televisi yang berkaitan dengan tindak pidana selalu kita mendengar kata otopsi, seperti yang diberitakan oleh Kompas.com tentang laporan kejadian tindak pidana di Kota Solo.
Dimana diberitakan bahwa Tim Polresta Solo yang menangani kasus tindak pidana telah menerima hasil otopsi terkait meninggalnya Gilang Endi Saputra (21) dari Rumah Sakit Bhayangkara Semarang pada Jumat (29/10/2021) pukul 11.00 WIB.
Berdasarkan hasil otopsi tersebut, penyebab meninggalnya mahasiswa D4 Prodi Kesehatan dan Keselamatan Kerja Sekolah Vokasi UNS Solo saat mengikuti Diklatsar Menwa akibat kekerasan tumpul. “Dari hasil otopsi disimpulkan bahwa penyebab kematian (Gilang) karena luka akibat kekerasan tumpul yang menyebabkan mati lemas,” kata Kapolresta Solo Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak di Mapolresta Solo.
Secara terminologi kata otopsi atau bedah mayat merupakan kata kunci bagi penyidik untuk membuktikan kepada jaksa penuntut umum dan hakim tentang segala macam tindak kejahatan yang berkaitan dengan jenazah yang dapat disimpulkan dengan melalui cara pembedahan terhadap tubuh jenazah dan hasil kesimpulan otopsi tersebut dapat digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
Bagaimana menarik bukan, untuk itu simak yuk ulasannya.
Definisi Otopsi
Suatu pemeriksaan terhadap tubuh jenazah ,meliputi pemeriksaan bagian luar dan dalam,dengan menggunakan cara cara yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah oleh ahli ahli yang berwenang dan berkompeten
Macam Otopsi
- Otopsi Anatomik
- Otopsi Klinik
- Otopsi Forensik
Tujuan Otopsi
- Otopsi Anatomik bertujuan untuk kepentingan pendidikan, yaitu untuk kepentingan mahasiswa fakultas kedokteran di dalam mempelajari susunan tubuh manusia yang normal.
- Otopsi klinik adalah otopsi yang dilakukan terhadap jenazah dari penderita penyakit yang dirawat dan kemudian meninggal dunia yang bertujuan untuk kepentingan penyelidikan tentang suatu penyakit dan hasil yang diharapkan yaitu:
- Mengetahui diagnosis penyakit dari penderita yang sampai meninggal belum ditemukan diagnosisnya
- Menilai apakah diagnosis klinik yang dibuat oleh dokter sebelum kematian adalah benar.
- Mengetahui proses perjalanan penyakit.
- Mengetahui kelainan kelainan patologik yang timbul.
- Menilai efektifitas obat atau metode pengobatan.
- Otopsi Forensik adalah otopsi yang dilakukan atas perintah penyidik untuk kepentingan peradilan dalam peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana. Jadi di saat akan melakukan otopsi forensik diwajibkan adanya surat permintaan visum et repertum (SPVR) dari penyidik secara tertulis.
Aspek Hukum Otopsi
- Otopsi Anatomik dalam pelaksanaannya sudah diatur di dalam Undang-Undang Kesehatan No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan pada pasal 120 yaitu :
(1) Untuk kepentingan pendidikan di bidang ilmu kedokteran dan biomedik dapat dilakukan bedah mayat anatomis di rumah sakit pendidikan atau di institusi pendidikan kedokteran.
(2) Bedah mayat anatomis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap mayat yang tidak dikenal atau mayat yang tidak diurus oleh keluarganya, atas persetujuan tertulis orang tersebut semasa hidupnya atau persetujuan tertulis keluarganya
(3)Mayat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus telah diawetkan, dipublikasikan untuk dicarikan keluarganya,dan disimpan sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sejak kematiannya.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai bedah mayat anatomis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
- Otopsi klinik dalam pelaksanaannya sudah diatur di dalam Undang-Undang Kesehatan No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan pada pasal 121 yaitu :
(1) Bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis hanya dapat dilakukan oleh dokter sesuai dengan keahlian dan kewenangannya.
(2)Dalam hal pada saat melakukan bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis ditemukan adanya dugaan tindak pidana, tenaga kesehatan wajib melaporkan kepada penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan”
- Otopsi Forensik dalam pelaksanaannya sudah diatur di dalam Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana pada pasal 133 ayat 2 yaitu :
“Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.”
Kewenangan Otopsi
Yang mempunyai kemampuan untuk melakukan otopsi:
- Ahli kedokteran kehakiman/Forensik & Medikolegal
- Dokter
- Ahli lainnya
Secara hukum telah diatur menurut Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana pada pasal 133 ayat 1 yaitu :
“ Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.”
Kesimpulan
- Pada Otopsi Anatomi yang mempunyai kompetensi tertinggi adalah dokter spesialis Anatomi.
- Pada Otopsi Klinik yang mempunyai kompetensi tertinggi adalah dokter spesialis Patologi Anatomi,kemudian jika ditemukan adanya dugaan tindak pidana maka dokter yang melakukan otopsi klinik wajib melapor ke penyidik.
- Pada otopsi forensik yang mempunyai kompetensi tertinggi adalah dokter spesialis Forensik & Medikolegal.tetapi dokter.
Itulah penjelasan mengenai thanatology yang merupakan ilmu tentang kematian dan spesialis yang mempunyai keahlian tentang thanatology adalah dokter spesialis forensik & medikolegal . Untuk mendapatkan artikel yang lainnya, anda dapat mengakses melalui website https://medikolegal.id/.
Referensi
Kompas.com, “Hasil Otopsi Keluar, Penyebab Kematian Mahasiswa UNS Luka Akibat Kekerasan Tumpul”, diakses pada laman, https://regional.kompas.com/read/2021/10/29/18104 0478/hasil -otopsi-keluar-penyebab-kematian-mahasiswa-uns-luka-akibat-kekerasan. Pada tanggal 24 Januari 2022.
Dahlan, Trisnadi, S, 2019, Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman bagi Dokter dan Penegak Hukum, Semarang, Fakultas Kedokteran Unissula.
Yudianto, A, 2020, Ilmu Kedokteran Forensik, Surabaya, Scopindo Media Pustaka.
Atmodirono H,Hamdani J, 1980, Visum Et Repertum dan Pelaksanaannya, Surabaya, Airlangga University Press.
Sumber Gambar
https://www.istockphoto.com/




