Keadilan Restoratif: Alternatif Penyelesaian Tindak Pidana

Apabila mata diganti mata dan gigi diganti maka semua manusia akan cacat

    -Anonym

Peribahasa diatas adalah ungkapan dimana orang akan diganjar atau dihukum atas perbuatan yang telah dilakukan. Mata ganti mata atau hukum pembalasan adalah asas bahwa orang yang telah melukai orang lain harus diganjar dengan luka yang sama oleh pihak yang dirugikan.

Istilah ini dikenal dengan Lex Talionis (the law of retaliation) pembalasan yang setimpal.

Di Indonesia pada tahun 2021 khususnya pada Polda Metro Jaya terdapat sebanyak 30.870 kasus tindak pidana yang diusut tuntas oleh Polda Metro Jaya. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran dikutip dari Kompas.com.

“Secara umum tindak pidana di wilayah hukum Polda Metro Jaya di 2021 ini berjumlah 30.124 kasus. Ada penurunan 1 persen dari tahun sebelumnya”.

Tetapi hukum pembalasan seperti peribahasa diatas apakah masih relevan di zaman sekarang, yuk kita ulas!

Restorative Justice

Keadilan restoratif atau dikenal dengan restorative justice merupakan salah satu prinsip penegakkan hukum dalam penyelesaian perkara yang dapat dijadikan instrumen pemulihan.

Keadilan restorative merupakan penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku atau korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan Kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan.

Mekanisme tata cara penegakkan pidana sebelumnya hanya berfokus pada pemidanaan saja, sekarang diberikan alternatif baru yaitu menjadi sebuah proses dialog dan mediasi yang melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku atau korban, dan pihak terkait.

Keadilan restoratif berupaya secara bersama-sama menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang adil dan seimbang bagi pihak korban maupun pelaku dengan mengedepankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan mengembalikan pola hubungan baik dalam masyarakat.

Prinsip dasar keadilan restoratif adalah adanya pemulihan korban yang menderita kejahatan dengan memberikan kepada korban yang menderita akibat kejahatan dengan melakukan ganti rugi kepada korban, perdamaian, pelaku melakukan kerja sosial maupun kesepakatan lainnya.

Pengaturan Keadilan Restoratif di Indonesia

Di Indonesia pengaturan mengenai penerapan restorative justice diatur dalam Peraturan Kepolisian, Peraturan Kejaksaan, hingga Peraturan Mahkamah Agung.

Peraturan Kepolisian

Keadilan Restoratif diatur dalam Peraturan Kepolisian Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Dalam peraturan ini termuat diantaranya mengenai penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan restorative yang dilaksanakan pada kegiatan, a. penyelenggaraan fungsi reserse kriminal, b. penyelidikan, c. penyidikan.

Penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan restoratif harus memenuhi persyaratan yaitu umum dan khusus.

Dalam persyaratan umum meliputi syarat materil dan formil. Syarat materil meliputi:

a.        Tidak menimbulkan keresahan dan/atau penolakan dari masyarakat;

b.        Tidak berdampak konflik sosial;

c.         Tidak berpotensi memecah belah bangsa;

d.        Tidak bersifat radikalisme dan separatisme;

e.        Bukan pelaku pengulangan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan

f.          Bukan tindak pidana terorisme, tindak pidana terhadap keamanan negara, tindak pidana korupsi, dan tindak pidana terhadap nyawa orang.

Syarat formil meliputi:

a.        Perdamaian kedua belah pihak, kecuali untuk tindak pidana narkoba;

b.        Pemenuhan hak-hak korban dan tanggung jawab pelaku, kecuali untuk tindak pidana narkoba;

Perdamaian sebagaimana dimaksud diatas harus dibuktikan dengan surat kesepakatan perdamaian dan ditandatangani oleh para pihak.

Peraturan Kejaksaan

Keadilan restoratif diatur dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Dalam peraturan ini termuat diantaranya mengenai diantaranya penuntut umum berwenang menutup perkara demi kepentingan umum dalam hal:

a.        Terdakwa meninggal dunia;

b.        Daluwarsa penuntutan pidana;

c.         Telah ada putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap seseorang atas perkara yang sama;

d.        Pengaduan untuk tindak pidana aduan dicabut atau ditarik Kembali;

e.        Telah ada penyelesaian perkara di luar pengadilan.

Perkara tindak pidana dapat ditutup demi hukum dan dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restorative harus terpenuhi syarat sebagai berikut:

1.        Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana;

2.        Tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

3.        Tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp 2.500.000;

Peraturan Mahkamah Agung

Keadilan Restoratif diatur dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor: 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pedoman Penerapan Restorative Justice Di Lingkungan Peradilan Umum.

Dalam peraturan ini termuat mengenai pedoman yang digunakan dalam penyelesaian perkara melalui keadilan restoratif diantaranya:

  1. Keadilan Restoratif Para Perkara Tindak Pidana Ringan, pada perkara tindak pidana ringan dengan ancaman sebagaimana diatur dalam pasal 364, 373, 379, 384, 407, dan 482 KUHP dengan nilai kerugian tidak lebih dari Rp 2.500.000.
  2. Keadilan Restoratif Para Perkara Anak, dalam sistem peradilan pidana wajib mengutamakan keadilan restorative, dalam hal proses perdamaian para pihak yang membuat kesepakatan perdamaian yang ditanda-tangani para pihak terkait wajib dimasukkan ke dalam pertimbangan putusan hakim demi kepentingan terbaik bagi anak.
  3. Keadilan Restoratif Para Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum, perempuan sebagai pelaku maka hakim dalam mengadili wajib mempertimbangkan fakta-fakta hukum dengan pendekatan keadilan restoratif dan menggali nilai hukum, kearifan lokal, dan rasa keadilan dalam masyarakat guna menjamin kesetaraan gender. Perempuan sebagai korban maka hakim dalam mengadili wajib mempertimbangkan fakta-fakta hukum dan implikasi ke depan serta kerugian yang dialami serta dampak kasus.
  4. Keadilan Restoratif Para Perkara Narkotika, pendekatan ini hanya dapat digunakan terhadap pecandu, penyalahguna, korban penyalahgunaan, ketergantungan narkotika,dan narkotika pemakaian satu hari. Keadilan restoratif dapat dilakukan apabila pada saat tertangkap tangan oleh penyidik polri dan penyidik badan narkotika nasional ditemukan barang bukti pemakaian satu hari diantaranya, kelompok methamphetamine (shabu): 1 gram, kelompok MDMA (ekstasi): 2,4 gram 8 butir, kelompok heroin: 1,8 gram, dll.

Referensi

Peraturan Kepolisian Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor: 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pedoman Penerapan Restorative Justice Di Lingkungan Peradilan Umum.

Moriska Simamora Dkk, “Lex Talionis”, Diandra kreatif, Yogyakarta, 2018.

Kompas.com, “Kejahatan Hanya Turun 1 Persen di 2021, Kapolda Metro: Bukan Tahun yang Mudah”, Diakses pada laman. https://megapolitan.kompas.com/read/ 2021/12/30/16454611/kejahatan-hanya-turun-1-persen-di-2021-kapolda-metro-bukan-tahun-yang?page=all. Pada tanggal 12 Januari 2021.         

Medikolegal.id
Medikolegal.id
Articles: 95