“Agnez Mo dan ‘Bilang Saja’: Pertarungan Hukum atas Hak Cipta di Dunia Hiburan

Pendahuluan

Isu mengenai hak kekayaan intelektual kembali menjadi sorotan dalam dunia hiburan Indonesia, khususnya terkait dengan pelanggaran hak cipta. Salah satu kasus yang mencuat adalah gugatan yang diajukan oleh Arie Sapta Hernawan, yang lebih dikenal dengan nama Ari Bias, terhadap penyanyi Agnez Mo dan PT. Aneka Bintang Gading terkait penggunaan lagu “Bilang Saja” tanpa izin yang sah. Kasus ini menarik perhatian, tidak hanya karena melibatkan figur publik, tetapi juga terkait dengan penegakan hak cipta dalam industri musik di Indonesia.

Latar Belakang Kasus

Arie Sapta Hernawan mengajukan gugatan terhadap Agnez Mo dan PT. Aneka Bintang Gading ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan tuduhan bahwa Agnez Mo telah membawakan lagu “Bilang Saja” secara komersial pada tiga konser yang diselenggarakan oleh PT. Aneka Bintang Gading di Surabaya, Jakarta, dan Bandung pada Mei 2023 tanpa izin dari pencipta lagu tersebut. Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, penggunaan karya cipta secara komersial tanpa izin dari pencipta dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta.

Gugatan dan Tuntutan Penggugat

Penggugat berpendapat bahwa, sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) UU Hak Cipta, setiap penggunaan ciptaan untuk kepentingan komersial harus didasarkan pada perjanjian lisensi yang sah antara pencipta dan pihak yang akan menggunakan ciptaan tersebut. Oleh karena itu, penggugat menuntut:

  1. Pembayaran denda sebesar Rp 1,5 miliar, dengan perhitungan denda Rp 500 juta untuk setiap konser yang diselenggarakan tanpa izin.
  2. Ganti rugi hak moral sebesar Rp 1 miliar karena pencipta lagu tidak disebutkan dalam penampilan tersebut, yang dapat merugikan integritas pencipta.
  3. Pengakuan bahwa Agnez Mo telah melakukan pelanggaran hak cipta.

Pembelaan Tergugat

Pihak Agnez Mo yang diwakili oleh kuasa hukumnya menyampaikan beberapa argumen pembelaan, antara lain:

  1. Nama yang tercantum dalam gugatan tidak sesuai dengan identitas resmi Agnez Mo, yang dianggap dapat menimbulkan ketidakjelasan dalam proses hukum.
  2. Berdasarkan Pasal 15 UU Hak Cipta, yang bertanggung jawab untuk membayar royalti atas penggunaan lagu dalam konser adalah pihak penyelenggara acara, dalam hal ini PT. Aneka Bintang Gading, bukan penyanyi.
  3. Gugatan dianggap kabur (obscuur libel) karena tuntutan denda yang diajukan lebih merujuk pada ketentuan pidana daripada ketentuan perdata, sehingga tidak relevan dengan konteks sengketa hak cipta.

Putusan Pengadilan

Dalam sidang yang berlangsung, Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, dalam putusan Nomor 92/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2024/PN Niaga Jkt.Pst. yang dibacakan pada 31 Januari 2025, memutuskan sebagai berikut:

  1. Gugatan penggugat dikabulkan sebagian.
  2. Tergugat (Agnez Mo dan PT. Aneka Bintang Gading) dinyatakan telah melakukan pelanggaran hak cipta dengan menggunakan lagu “Bilang Saja” secara komersial tanpa izin.
  3. Tergugat dihukum untuk membayar denda sebesar Rp 1,5 miliar untuk tiga konser yang diselenggarakan di Surabaya, Jakarta, dan Bandung.
  4. Tergugat juga diperintahkan untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 1.580.000,-.
  5. Tuntutan ganti rugi hak moral sebesar Rp 1 miliar ditolak oleh Majelis Hakim karena dianggap tidak beralasan hukum.

Implikasi Hukum dan Pembelajaran

Keputusan pengadilan ini menunjukkan pentingnya pemahaman dan kepatuhan terhadap ketentuan hukum hak cipta yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014. Pasal 9 ayat (1) UU Hak Cipta menegaskan bahwa setiap penggunaan ciptaan untuk kepentingan komersial harus mendapatkan izin dari pencipta melalui perjanjian lisensi yang sah. Dalam hal ini, pihak penyelenggara acara (PT. Aneka Bintang Gading) memiliki kewajiban untuk memastikan pembayaran royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), yang merupakan kewajiban hukum yang terpisah dari kewajiban penyanyi. Apabila gugatan ini dimenangkan oleh penggugat, hal tersebut akan menciptakan preseden yang memberikan hak langsung kepada pencipta lagu untuk menuntut royalti atau kompensasi dari pengguna lagu secara langsung, tanpa harus melalui perantara penyelenggara acara. Sebaliknya, jika putusan ini menguntungkan pihak Agnez Mo dan PT. Aneka Bintang Gading, maka hal tersebut akan mengklarifikasi bahwa kewajiban pembayaran royalti tetap berada pada pihak penyelenggara acara sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Kesimpulan

Putusan ini memberikan isyarat tegas bahwa penggunaan ciptaan untuk kepentingan komersial tanpa izin yang sah dapat dikenai sanksi finansial. Kasus ini juga mengingatkan seluruh pelaku industri musik Indonesia untuk memahami dan mematuhi ketentuan hukum hak cipta, guna menghindari potensi pelanggaran dan tuntutan hukum yang dapat merugikan secara finansial dan reputasional. Dalam industri hiburan yang semakin berkembang, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan hak cipta menjadi hal yang esensial bagi keberlanjutan karier dan kelancaran operasional penyelenggaraan acara musik.

Sumber Referensi:

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Putusan Nomor 92/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2024/PN Niaga Jkt.Pst

Sumber Gambar

pexels.com

Medikolegal.id
Medikolegal.id
Articles: 99